Penanganan Konflik Antara Manusia Terhadap Satwa Liar yang Dilindungi



Konflik atau pertentangan merupakan wujud dari persaingan terhadap sumber daya yang terbatas, tidak adanya saling pengertian atau tidak adanya keinginan menghargai keberadaan entitas lain disekitarnya. Secara alamiah, makhluk hidup. Untuk menangani konflik antara manusia dan harimau mempunyai teknik tersendiri untuk menghindari terjadinya konflik. Konflik akibat sumber daya yang terbatas dapat dikurangi dengan cara memilih jenis makanan yang melimpah atau yang sangat spesifik,  sehingga pertentangan antar spesies berkurang. Sementara itu,  konflik dalam masalah keruangan dapat dikurangi dengan menandai daerah aktivitas atau teritori sehingga individu atau spesies lain tidak datang. Konflik juga dapat dihindari dengan  berpindah ke lokasi lain atau beraktivitas di daerah yang sama namun pada waktu yang tidak bersamaan. Cara-cara penghindaran tersebut secara ekologi dikenal dengan pemisahan relung (niche segregation).

Konflik atara harimau dengan manusia dapat disebabkan oleh faktor makanan dan ruang. Aktivitas perburuan satwa liar (yang merupakan hewan mangsa harimau) yang dilakukan jelas mempengaruhi ketersediaan pakan harimau. Sementara itu, konversi hutan menjadi pemukiman, perkebunan, pertambangan dan jaringan jalan telah mempersempit habitat yang bisa dihuni oleh harimau. Dengan meningkatnya laju konversi hutan telah menyebabkan meningkatnya Konflik Harimau dengan Manusia. Dalam kondisi ini, walaupun kedua belah pihak, baik harimau maupun manusia, mengalami kerugian, namun pada akhirnya kerugian terbesar berada pada pihak manusia. Selain kerugian dalam bentuk kehilangan hewan ternak dan korban jiwa, manusia juga kehilangan entitas penting dari ekosistemnya yang tidak tergantikan yaitu harimau liar, yang mungkin saja ditangkap dan dipindahkan ke fasilitas konservasi eksitu atau bahkan terbunuh.

Menurut Goodrich (2009), ada tiga tipe konflik antara harimau dengan manusia:
a)  Harimau terdeteksi di sekitar pemukiman atau ladang, tidak ada konflik langsung namun menyebabkan ketakutan atau dianggap mengancam oleh masyarakat. Biasanya masyarakat akan mencoba membunuh harimau. Pada tipe ini, sebenarnya ancaman terhadap manusia masih rendah, tapi sebenarnya ancaman terhadap harimau lebih besar. Pada situasi ini, bagi harimau bisa saja merupakan indikasi untuk berkembang menjadi tipe kedua.
b)  Memangsa hewan peliharaan atau ternak. Merupakan bentuk konflik yang paling umum di banyak negara termasuk. Dapat menyebabkan hilangnya pendapatan dan kerugian bagi masyarakat, serta meningkatkan citra negatif terhadap harimau sehingga akhirnya dapat meningkatkan keinginan untuk membunuhnya. Sisa hewan yang dimangsa sering digunakan sebagai umpan untuk menangkap harimau, kemudian membunuh dan menjualnya.
c)  Menyerang manusia.  Walaupun relatif jarang namun pada beberapa tempat cukup sering terjadi. Frekuensi serangan akan menyebabkan kuatnya respon negatif dari masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam dokumen Strakohas 2007-2017 disebutkan bahwa selain kehilangan habitat dan aktivitas perburuan, Konflik Harimau dengan Manusia telah diidentifikasi sebagai salah satu ancaman utama terhadap kelestarian harimau. Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konflik bisa berlangsung dalam tiga bentuk skenario:
a)  Skenario pertama, yaitu apabila daerah tumpang tindih antara aktivitas manusia dengan habitat harimau tidak terlalu nyata. Sebagai akibatnya, kemungkinan konflik pada daerah ini rendah. Skenario ini terjadi jika daerah aktivitas manusia dan harimau memiliki batas yang jelas, harimau tidak meninggalkan hutan dan akses manusia ke dalam hutan sangat terbatas.
b)  Skenario kedua, konflik sedang, terjadi apabila manusia memiliki akses ke dalam hutan, sementara hutan tersebut memiliki daya dukung yang cukup bagi harimau. Skenario ini umumnya terjadi pada hutan lindung, kawasan agroforestri dan kawasan hutan multiguna.
c)  Skenario ketiga, yaitu pada daerah pemukiman manusia yang terisolasi, yang dikelilingi oleh habitat harimau yang sangat luas. Situasi ini mewakili pembangunan wilayah pemukiman di tengah hutan dengan kepadatan harimau yang tinggi.

Berdasarkan catatan Nyhus & Tilson (2004), antara tahun 1978 dan 1997 KHM telah menyebabkan 146 orang meningal dunia (atau rata-rata 7 orang/tahun) dan 30 orang terluka, serta memangsa sedikitnya 870 hewan ternak. Sementara menurut kajian Pusparini et al. (2011), antara tahun 1998 dan 2011 Konflik Harimau dengan Manusia telah berakibat  57 orang meningal dunia (rata-rata 5 orang/tahun) dan 81 orang terluka, serta memangsa paling sedikit 326 hewan ternak. Selain itu, akibat Konflik Harimau dengan Manusia tersebut dilaporkan 69 ekor harimau juga hilang dari habitatnya akibat dibunuh atau ditangkap (rata-rata 5 harimau/tahun). Konflik Harimau dengan Manusia paling sering terjadi di kawasan hutan terganggu dimana manusia dan harimau hidup berdampingan.


Bagaimana Cara Menghindari Serangan Dari Satwa Liar?
- Sangat perlu untuk menjaga kebersihan di sekitar pemukiman. Jangan membiarkan tumpukan sampah yang mungkin mengundang predator
- Dilarang keras membuang bangkai atau bagian tubuh hewan di sekitar tempat tinggal
- Pada daerah satwa liar terutama harimau, jangan menggunakan anjing pemburu.
- Apabila berjalan pada daerah harimau seharusnya membawa peralatan untuk menakuti harimau yaitu lampu, dentuman (pistol gas, bunga api dan alat pembuat dentuman).
- Jika anda tidak dapat menghindari bertemu dengan harimau, direkomendasikan untuk menakutinya dengan suara: pukul logam atau kayu sekuatnya, lakukan tembakan ke udara dan nyalakan flare (bunga api). Dengan membuat suara yang menyerupai suara harimau atau histeris tidak akan membuat harimau takut. Oleh sebab itu, anda harus tetap berbicara tenang dan penuh percaya diri.
- Jika bertemu harimau, segera memanjat pohon yang tinggi.




Tahapan Penanganan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar
Secara umum tahapan penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar adalah:
1. Sebelum terjadi gangguan
    Tim penanggulangan bersama masyarakat melakukan beberapa kegiatan seperti:
  • Membuat peta rawan konflik antara manusia dan satwa liar kemudian menginformasikan kepada para stakeholder yang berada di sekitar kawasan konflik.
  • Menyusun potensi pembentukan kelompok-kelompok untuk penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar.
  • Menetapkan daerah alternatif pemblokiran dan penggiringan satwa liar.
  • Penerapan alat penghalau tradisional.
  • Menyusun program penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar berbasis partisipasi sesuai prosedur SOP.
2. Ketika terjadi gangguan
    Tim penanggulangan pada saat kejadian melakukan kegiatan seperti:
  • Memberi petunjuk teknis pelaksanaan gangguan satwa liar dan mengirimkan bantuan.
  • Mengambil langkah awal untuk tidak masuk ke kawasan kegiatan dengan membunyikan bunyi-bunyian.
  • Melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk menangani satwa liar.
  • Apabila sudah ada yang terluka segera menghubungi bagian medis untuk mendapatkan pertolongan pertama.
3. Setelah terjadi gangguan
  • Menghitung jumlah kerusakan yang dialami di tempat kegiatan dan menyampaikan informasi kejadian dan jumlah kerusakan.
  • Memberikan bantuan sarana dan prasarana yang mengalami kerusakan apabila terjadi kerusakan.
  • Mendorong terciptanya suasana kondusif di tempat yang mengalami konflik.